JAMBI – Program pemutihan pajak kendaraan bermotor tahun 2020 yang dilakukan sebagai hadiah atas peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Jambi pada 6 Januari lalu kepada masyarakat berakhir Selasa (30/06/2020) kemarin. Hasilnya, diperoleh Rp 90,4 miliar dan terbanyak dari kendaraan mati pajak selama lebih dua tahun.
Namun untuk kepastian apakah nantinya pemutihan pajak yang telah berlangsung selama enam bulan ini akan diperpanjang kembali atau menjadi tahap kedua, hal itu masih akan dikaji dahulu setelah proses terakhir ini berakhir.
Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Provinsi Jambi, Agus Pirngadi mengatakan bahwa kegiatan pemutihan pajak sendiri dinilai sebagai rileksasi penyesuaian kemampuan perekonomian masyarakat menghadapi Covid-19 yang terjadi saat ini.
“Nanti akan kami pertimbangkan. Kalaupun misalnya memang disetujui Pak Gubernur (perpanjangan, red), itu akan dilakukan tahap kedua. Kontennya dalam rangka pemberian rileksasi untuk penyesuaian masyarakat yang terdampak Covid-19. Kami akan melakukan kajian terkait dengan kemungkinan-kemungkinan asumsi dan kebijakan yang bisa dijadikan landasan untuk memberikan rileksasi kembali atau tidak,” ujar Agus usai menghadiri rapat paripurna di DPRD Provinsi Jambi.
Untuk besaran target awal ditetapkan sebelum merebaknya wabah pandemi ini, Agus menyampaikan sebanyak Rp 120 miliar. Namun dengan adanya Covid-19, maka direvisi targetnya turun 50 persen dan alhasil penyesuaian Covid-19 melampaui target. Dari target penyesuaian Covid-19, hasil terbanyak ada di kendaraan mati pajak lebih dari dua tahun, yakni dari Rp 90,4 miliar diperoleh sekitar Rp 76,2 miliar.
“Mereka kita beri kesempatan untuk mendaftarkan kembali (mati pajak) dan diperoleh Rp 76,2 miliar. Tapi kalau kendaraan yang dari luar (mutasi, red) ke Provinsi Jambi besarnya Rp 6,9 miliar, dan Rp 6,9 miliar itu sebelum pajaknya diterima dari yang lain. Dengan adanya pemutihan enam bulan ini, mulai tahun 2020 sampai berikutnya, jika kendaraan tersebut masih terdaftar di Jambi maka Rp 6,9 miliar menjadi penambahan penerimaan PAD baru bagi kita,” jelas Agus.
Sedangkan terkait pajak untuk alat berat, Agus mengatakan pihaknya masih menunggu revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Sebab sesuai dengan prase inkracht MK itu, Kemendagri diberikan waktu tiga tahun untuk merevisi Undang-Undang tersebut.
Perubahan pajak dari kendaraan bermotor ke pajak apa nanti, menurutnya yang diatur melalui revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah. Berhubung sifatnya fakultatif, maka pihaknya tetap menghimbau kepada perusahaan-perusahaan alat berat untuk memberikan pembayaran pajak.
Selama tiga tahun terakhir, Agus mengatakan bahwa jika alat berat itu ada yang membayar dan ada pula yang tidak mau. Kalau mereka kebetulan posisinya dalam rangka pemenuhan kewajiban dan minat, serta kesadaran untuk membayar pajaknya besar, menurutnya mereka tetap membayar.
“Tapi bagi mereka yang berdalih, termasuk sudah ada putusan dari MK. Jadi kita tidak bisa berbuat banyak. Kita pun sudah minta difasilitasi oleh KPK, karena prasanya menyatakan demikian. Akhirnya KPK memberikan alternatif yang wajib itu adalah kendaraan alat berat yang jalan di jalan raya,” pungkasnya.
Sumber : metrojambi[dot]com